Mengapa di tengah kemajuan teknologi dan kemudahan hidup, banyak orang justru merasa tidak cukup, tidak puas, dan tidak sejahtera? Buku ini menelusuri paradoks tersebut melalui lensa behavioral economics, menyingkap bagaimana media sosial, konten influencer, dan algoritma perhatian membentuk persepsi kesejahteraan yang semu.
Bertolak dari hasil penelitian kualitatif fenomenologis terhadap generasi muda di Indonesia, penulis memperkenalkan konsep “ilusi kesejahteraan digital” — kondisi ketika kebahagiaan lebih banyak ditampilkan daripada dirasakan.
Buku ini juga menawarkan gagasan ekonomi reflektif dan literasi digital kritis sebagai jalan baru untuk membangun kesejahteraan yang lebih sadar, seimbang, dan manusiawi.
Karya ini tidak hanya penting bagi kalangan akademisi di bidang ekonomi, psikologi, dan komunikasi, tetapi juga relevan bagi siapa pun yang ingin memahami dan menemukan kembali makna kebahagiaan di tengah arus citra dan algoritma.
